BLOG NINIEK SS

0852 2840 1939 || 0877 3259 8747

http://solusi-sakit-maag.blogspot.com/2014/07/resensi-buku-rahasia-sembuh-sakit-maag.html

Kumpulan Humor Nashrudin 3

Sama Rata Sama Rasa
 
Seorang filosof menyampaikan pendapat, "Segala sesuatu harus dibagi sama rata."

"Aku tak yakin itu dapat dilaksanakan," kata seorang pendengar yang skeptik.


"Tapi pernahkah engkau mencobanya ?" balas sang filosof.


"Aku pernah," sahut Nashrudin, "Aku beri istriku dan keledaiku perlakuan yang sama. Mereka memperoleh apa pun yang mereka inginkan."


"Bagus sekali," kata sang filosof, "Dan bagaimana hasilnya ?"


"Hasilnya ? Seekor keledai yang baik dan seorang istri yang buruk."


Manipulasi Deskripsi

Nashrudin kehilangan sorban barunya yang bagus dan mahal. Tidak lama kemudian, Nashrudin tampak menyusun maklumat yang menawarkan setengah keping uang perak bagi yang menemukan dan mengembalikan sorbannya.

Seseorang protes, "Tapi penemunya tentu tidak akan mengembalikan sorbanmu.


Hadiahnya tidak sebanding dengan harga sorban itu."


"Nah," kata Nashrudin, "Kalau begitu aku tambahkan bahwa sorban itu sudah tua, kotor, dan sobek-sobek."
 
Umur Nashrudin
 
"Berapa umurmu, Nashrudin ?"

"Empat puluh tahun."


"Tapi beberapa tahun yang lalu, kau menyebut angka yang sama."


"Aku konsisten."
 
Bahasa Kurdi
 
Tetangga Nashrudin ingin belajar bahasa Kurdi. Maka ia minta diajari Nashrudin. Sebetulnya Nashrudin juga belum bisa bahasa Kurdi selain beberapa patah kata. Tapi karena tetangganya memaksa, ia pun akhirnya bersedia.

"Kita mulai dengan sop panas. Dalam bahasa Kurdi, itu namanya Aash."
"Bagaimana dengan sop dingin ?"


"Hemm. Perlu diketahui bahwa orang Kurdi tidak pernah membiarkan sop jadi dingin. Jadi engkau tidak akan pernah mengatakan sop dingin dalam bahasa Kurdi."
 
Yang Tersulit
 
Salah seorang murid Nashrudin di sekolah bertanya, "Manakah keberhasilan yang paling besar: orang yang bisa menundukkan sebuah kerajaan, orang yang bisa tetapi tidak mau, atau orang yang mencegah orang lain melakukan hal itu ?"

"Nampaknya ada tugas yang lebih sulit daripada ketiganya," kata Nasruddin.
"Apa itu?"


"Mencoba mengajar engkau untuk melihat segala sesuatu sebagaimana adanya."
 
Harmoni Buah-Buahan

Nashrudin bersantai di bawah pohon arbei di kebunnya. Dilihatnya seluruh kebun, terutama tanaman labu yang mulai berbuah besar-besar dan ranum. Seperti biasa, Nashrudin merenung.

"Aku heran, apa sebabnya pohon arbei sebesar ini hanya bisa menghasilkan buah yang kecil. Padahal, labu yang merambat dan mudah patah saja bisa menghasilkan buah yang besar-besar."


Angin kecil bertiup. Ranting arbei bergerak dan saling bergesekan. Sebiji buah arbei jatuh tepat di kepala Nashrudin yang sedang tidak bersorban.


"Ah. Kurasa aku tahu sebabnya."
 
Penyelundup
 
Ada kabar angin bahwa Mullah Nashrudin berprofesi juga sebagai penyelundup. Maka setiap melewati batas wilayah, penjaga gerbang menggeledah jubahnya yang berlapislapis dengan teliti. Tetapi tidak ada hal yang mencurigakan yang ditemukan. Untuk mengajar, Mullah Nashrudin memang sering harus melintasi batas wilayah.

Suatu malam, salah seorang penjaga mendatangi rumahnya. "Aku tahu, Mullah, engkau penyelundup. Tapi aku menyerah, karena tidak pernah bisa menemukan barang selundupanmu. Sekarang, jawablah penasaranku: apa yang engkau selundupkan ?"


"Jubah," kata Nashrudin, serius.
 
Jangan Terlalu Dalam
 
Telah berulang kali Nashrudin mendatangi seorang hakim untuk mengurus suatu perjanjian. Hakim di desanya selalu mengatakan tidak punya waktu untuk menandatangani perjanjian itu. Keadaan ini selalu berulang sehingga Nashrudin menyimpulkan bahwa si hakim minta disogok. Tapi -- kita tahu -- menyogok itu diharamkan. Maka Nashrudin memutuskan untuk melemparkan keputusan ke si hakim sendiri.

Nashrudin menyiapkan sebuah gentong. Gentong itu diisinya dengan tahi sapi hingga hampir penuh. Kemudian di atasnya, Nashrudin mengoleskan mentega beberapa sentimeter tebalnya. Gentong itu dibawanya ke hadapan Pak Hakim. Saat itu juga Pak Hakim langsung tidak sibuk, dan punya waktu untuk membubuhi tanda tangan pada perjanjian Nashrudin.


Nashrudin kemudian bertanya, "Tuan, apakah pantas Tuan Hakim mengambil gentong mentega itu sebagai ganti tanda tangan Tuan ?"


Hakim tersenyum lebar. "Ah, kau jangan terlalu dalam memikirkannya." Ia mencuil sedikit mentega dan mencicipinya. "Wah, enak benar mentega ini!"


"Yah," jawab Nashrudin, "Sesuai ucapan Tuan sendiri, jangan terlalu dalam." Dan berlalulah Nashrudin.
 
Tampang Itu Perlu

Nashrudin hampir selalu miskin. Ia tidak mengeluh, tapi suatu hari istrinyalah yang mengeluh.

"Tapi aku mengabdi kepada Allah saja," kata Nashrudin.


"Kalau begitu, mintalah upah kepada Allah," kata istrinya.


Nashrudin langsung ke pekarangan, bersujud, dan berteriak keras-keras, "Ya Allah, berilah hamba upah seratus keping perak!" berulang-ulang. Tetangganya ingin mempermainkan Nashrudin. Ia melemparkan seratus keping perak ke kepala Nashrudin. Tapi ia terkejut waktu Nashrudin membawa lari uang itu ke dalam rumah dengan gembira, sambil berteriak "Hai, aku ternyata memang wali Allah. Ini upahku dari Allah."


Sang tetangga menyerbu rumah Nashrudin, meminta kembali uang yang baru dilemparkannya. Nashrudin menjawab "Aku memohon kepada Allah, dan uang yang jatuh itu pasti jawaban dari Allah."


Tetangganya marah. Ia mengajak Nashrudin menghadap hakim. Nashrudin berkelit, "Aku tidak pantas ke pengadilan dalam keadaan begini. Aku tidak punya kuda dan pakaian bagus. Pasti hakim berprasangka buruk pada orang miskin."


Sang tetangga meminjamkan jubah dan kuda.


Tidak lama kemudian, mereka menghadap hakim. Tetangga Nashrudin segera mengadukan halnya pada hakim.


"Bagaimana pembelaanmu?" tanya hakim pada Nashrudin.


"Tetangga saya ini gila, Tuan," kata Nashrudin.
"Apa buktinya?" tanya hakim.


"Tuan Hakim bisa memeriksanya langsung. Ia pikir segala yang ada di dunia ini miliknya. Coba tanyakan misalnya tentang jubah saya dan kuda saya, tentu semua diakui sebagai miliknya. Apalagi pula uang saya."


Dengan kaget, sang tetangga berteriak, "Tetapi itu semua memang milikku!"


Bagi sang hakim, bukti-bukti sudah cukup. Perkara putus.
 
Membedakan Kelamin

Seorang tetangga Nashrudin telah lama bepergian ke negeri jauh. Ketika pulang, ia menceritakan pengalaman-pengalamannya yang aneh di negeri orang.


"Kau tahu," katanya pada Nashrudin, "Ada sebuah negeri yang aneh. Di sana udaranya panas bukan main sehingga tak seorangpun yang mau memakai pakaian, baik lelaki maupun perempuan."


Nashrudin senang dengan lelucon itu. Katanya, "Kalau begitu, bagaimana cara kita membedakan mana orang yang lelaki dan mana yang perempuan?"
 
Miskin Dan Sepi
 
Seorang pemuda baru saja mewarisi kekayaan orang tuanya. Ia langsung terkenal sebagai orang kaya, dan banyak orang yang menjadi kawannya. Namun karena ia tidak cakap mengelola, tidak lama seluruh uangnya habis. Satu per satu kawan-kawannya pun menjauhinya.

Ketika ia benar-benar miskin dan sebatang kara, ia mendatangi Nashrudin. Bahkan pada masa itu pun, kaum wali sudah sering [hanya] dijadikan perantara untuk memohon berkah.


"Uang saya sudah habis, dan kawan-kawan saya meninggalkan saya. Apa yang harus saya lakukan?" keluh pemuda itu.


"Jangan khawatir," jawab Nashrudin, "Segalanya akan normal kembali. Tunggu saja beberapa hari ini. Kau akan kembali tenang dan bahagia."


Pemuda itu gembira bukan main. "Jadi saya akan segera kembali kaya?"


"Bukan begitu maksudku. Kau salah tafsir. Maksudku, dalam waktu yang tidak terlalu lama, kau akan terbiasa menjadi orang yang miskin dan tidak mempunyai teman."
 
Hidangan Untuk Baju (1)

Nashrudin menghadiri sebuah pesta. Tetapi karena hanya memakai pakaian yang tua dan jelek, tidak ada seorang pun yang menyambutnya. Dengan kecewa Nashrudin pulang kembali.

Namun tak lama, Nashrudin kembali dengan memakai pakaian yang baru dan indah. Kali ini Tuang Rumah menyambutnya dengan ramah. Ia diberi tempat duduk dan memperoleh hidangan seperti tamu-tamu lainnya.


Tetapi Nashrudin segera melepaskan baju itu di atas hidangan dan berseru, "Hei baju baru, makanlah! Makanlah sepuas-puasmu!"


Untuk mana ia memberikan alasan "Ketika aku datang dengan baju yang tadi, tidak ada seorang pun yang memberi aku makan. Tapi waktu aku kembali dengan baju yang ini, aku mendapatkan tempat yang bagus dan makanan yang enak. Tentu saja ini hak bajuku. Bukan untukku."
 
Hidangan Untuk Baju (2)

Nashrudin menghadiri sebuah pesta pernikahan. Dilihatnya seorang sahabatnya sedang asyik makan. Namun, di samping makan sebanyak-banyaknya, ia sibuk pula mengisi kantong bajunya dengan makanan.

Melihat kerakusan sahabatnya, Nashrudin mengambil teko berisi air. Diam-dian, diisinya kantong baju sahabatnya dengan air. Tentu saja sahabatnya itu terkejut, dan berteriak, "Hai Nashrudin, gilakah kau ? Masa kantongku kau tuangi air!"


"Maaf, aku tidak bermaksud buruk, sahabat," jawab Nashrudin, "Karena tadi kulihat betapa banyak makanan ditelan oleh kantongmu, maka aku khawatir dia akan haus. Karena itu kuberi minum secukupnya."
 
Kekekalan Massa
 
Ketika memiliki uang cukup banyak, Nashrudin membeli ikan di pasar dan membawanya ke rumah. Ketika istrinya melihat ikan yang banyak itu, ia berpikir, "Oh, sudah lama aku tidak mengundang teman-temanku makan di sini."

Ketika malam itu Nashrudin pulang kembali, ia berharap ikannya sudah dimasakkan untuknya. Alangkah kecewanya ia melihat ikan-ikannya itu sudah habis, tinggal duri-durinya saja.


"Siapa yang menghabiskan ikan sebanyak ini ?"


Istrinya menjawab, "Kucingmu itu, tentu saja. Mengapa kau pelihara juga kucing yang nakal dan rakus itu!"


Nashrudin pun makan malam dengan seadanya saja. Setelah makan, dipanggilnya kucingnya, dibawanya ke kedai terdekat, diangkatnya ke timbangan, dan ditimbangnya. Lalu ia pulang ke rumah, dan berkata cukup keras, "Ikanku tadi dua kilo beratnya. Yang barusan aku timbang ini juga dua kilo. Kalau kucingku dua kilo, mana ikannya ? Dan kalau ini ikan dua kilo, lalu mana kucingnya ?"
 
Terburu-Buru
 
Keledai Nashrudin jatuh sakit. Maka ia meminjam seekor kuda kepada tetangganya. Kuda itu besar dan kuat serta kencang larinya. Begitu Nashrudin menaikinya, ia langsung melesat secepat kilat, sementara Nashrudin berpegangan di atasnya, ketakutan.

Nashrudin mencoba membelokkan arah kuda. Tapi sia-sia. Kuda itu lari lebih kencang lagi.


Beberapa teman Nashrudin sedang bekerja di ladang ketika melihat Nashrudin melaju kencang di atas kuda. Mengira sedang ada sesuatu yang penting, mereka berteriak, "Ada apa Nashrudin ? Ke mana engkau ? Mengapa terburu-buru ?"


Nashrudin balas berteriak, "Saya tidak tahu ! Binatang ini tidak mengatakannya kepadaku !"
 
Periuk Beranak

Nashrudin meminjam periuk kepada tetangganya. Seminggu kemudian, ia
mengembalikannya dengan menyertakan juga periuk kecil di sampingnya. Tetangganya heran dan bertanya mengenai periuk kecil itu.


"Periukmu sedang hamil waktu kupinjam. Dua hari kemudian ia melahirkan bayinya dengan selamat."


Tetangganya itu menerimanya dengan senang. Nashrudin pun pulang.


Beberapa hari kemudian, Nashrudin meminjam kembali periuk itu. Namun kali ini ia pura-pura lupa mengembalikannya. Sang tetangga mulai gusar, dan ia pun datang ke rumah Nashrudin,


Sambil terisak-isak, Nashrudin menyambut tamunya, "Oh, sungguh sebuah malapetaka. Takdir telah menentukan bahwa periukmu meninggal di rumahku. Dan sekarang telah kumakamkan."


Sang tetangga menjadi marah, "Ayo kembalikan periukku. Jangan belagak bodoh. Mana ada periuk bisa meninggal dunia!"


"Tapi periuk yang bisa beranak, tentu bisa pula meninggal dunia," kata Nashrudin, sambil menghentikan isaknya.
 
Bahasa Burung
 
Dalam pengembaraannya, Nashrudin singgah di ibukota. Di sana langsung timbul kabar burung bahwa Nashrudin telah menguasai bahasa burung-burung. Raja sendiri akhirnya mendengar kabar itu. Maka dipanggillah Nashrudin ke istana.

Saat itu kebetulan ada seekor burung hantu yang sering berteriak di dekat istana.


Bertanyalah raja pada Nashrudin, "Coba katakan, apa yang diucapkan burung hantu itu!"


"Ia mengatakan," kata Nashrudin, "Jika raja tidak berhenti menyengsarakan rakyat, maka kerajaannya akan segera runtuh seperti sarangnya."
 
Jatuhnya Jubah

Nashrudin pulang malam bersama teman-temannya. Di pintu rumah mereka berpisah. Di dalam rumah, istri Nashrudin sudah menanti dengan marah. "Aku telah bersusah payah memasak untukmu sore tadi !" katanya sambil menjewer Nashrudin. Karena kuatnya, Nashrudin terpelanting dan jatuh menabrak peti. Mendengar suara gaduh, teman-teman Nashrudin yang belum terlalu jauh kembali, dan bertanya dari balik pintu, "Ada apa Nashrudin, malam-malam begini ribut sekali?"

"Jubahku jatuh dan menabrak peti," jawab Nashrudin.


"Jubah jatuh saja ribut sekali ?"


"Tentu saja," sesal Nashrudin, "Karena aku masih berada di dalamnya."

Relativitas Keju

Setelah bepergian jauh, Nashrudin tiba kembali di rumah. Istrinya menyambut dengan gembira, "Aku punya sepotong keju untukmu," kata istrinya.


"Alhamdulillah," puji Nashrudin, "Aku suka keju. Keju itu baik untuk kesehatan perut."


Tidak lama Nashrudin kembali pergi. Ketika ia kembali, istrinya menyambutnya dengan gembira juga.


"Adakah keju untukku ?" tanya Nashrudin.


"Tidak ada lagi," kata istrinya.


Kata Nashrudin, "Yah, tidak apa-apa. Lagipula keju itu tidak baik bagi kesehatan gigi."


"Jadi mana yang benar ?" kata istri Nashrudin bertanya-tanya, "Keju itu baik untuk perut atau tidak baik untuk gigi ?"


"Itu tergantung," sambut Nashrudin, "Tergantung apakah kejunya ada atau tidak."


Ketakutan Mendatangkan Keajaiban

Untuk memberi hadiah kepada kaisar Timur Lenk, Nashrudin memasak seekor angsa. Tapi di tengah jalan, Nashrudin tidak dapat menahan diri sehingga memakan satu pahanya.


Kaisar yang menerima hadiah itu bertanya, "Dimana kaki yang satunya?" Nashrudin menjawab, "Semua angsa di kota ini berkaki satu." Ini sindiran buat Timur Lenk yang hanya berkaki satu, yakni pincang.
  
Nashrudin berkata lebih lanjut, "Jika anda tak percaya, lihatlah angsa di depan, di tepi kolam anda!" Memang saat itu angsa tersebut sedang berdiri di bawah terik matahari sambil mengangkat satu kakinya dan menyembunyikan kepalanya di dada. Timur Lenk memandang ke arah angsa tersebut dan untuk sementara menerima argumentasi Nashrudin.

Beberapa saat kemudian, secara diam-diam Timur Lenk memerintahkan pada pemusik kerajaan untuk mendekat ke kolam. Tak lama kemudian genderang dipukul, sehingga angsa itu pun terkejut setengah mati dan berlari kesana-kemari.


Timur Lenk lalu menoleh ke arah Nashrudin dan berkata, "Bagaimana kamu berani berbohong padaku?! Bukankah kamu lihat, angsa itu berjalan dengan dua kaki?!"

Nashrudin menjawab, "Tetapi anda lupa, bahwa ketakutan dapat mendatangkan keajaiban. Andaikata anda dilanda ketakutan sebagaimana hewan mengalami ketakutan, maka anda akan berlari dengan empat kaki."
Labels: Humor Nashrudin

Thanks for reading Kumpulan Humor Nashrudin 3. Please share...!

1 komentar on Kumpulan Humor Nashrudin 3

  1. postingannya mantap-mantap Gan....
    kl ada waktu mampir lapak gue dunk http://jendelamalika.blogspot.com/

    BalasHapus

Back To Top