KAROMAH GUS LATSARI KESILIR JEMBER
Oleh : NiniekSS
Bismillah,
Allahumma Sholli Ala Sayyidina Muhammad Wa Ala Ali Sayyidina Muhammad
Sahabat NiniekSS Yang Setia...
Saya, sebelumnya, walaupun cukup lama tinggal di Jember, tak pernah sowan ke Gus Latsari. Sayapun sowan kesana pertama kali hanyalah mengantar teman untuk suatu kepentingan. Saya sendiri tak punya kepentingan apa-apa. Namun aneh. Ketika saya dan teman mau pulang, Gus Latsari berpesan kepada diri saya ( bukan kepada teman saya ), untuk lain hari agar sowan lagi kesana :”Mbak, kapan-kapan mbake kesini lagi ya?”.
Meskipun dengan penuh tanda tanya karena heran, lho saya kan tak punya kepentingan, kok disuruh sowan kesana lagi ? tapi saya iyakan, dan timbul rasa penasaran yang menggelitik, ada apa yah kok kapan-kapan disuruh sowan lagi, jika ada sesuatu yang beliau anggap penting buat saya kok tak disampaikan saat itu saja kepada saya ? Kok disuruh sowan kapan-kapan ? Padahal dari pondok tempat saya mondok ke kediaman Gus Latsari cukup jauh loh, naik motor ya bisa 2 jam. Kediaman Gus Latsari itu jauh di pelosok Kesilir Jember.
Pada kali yang lain saya benar-benar meluangkan waktu sendiri untuk kesana. Saya mau sowan kesana, karena beliau seorang kekasih Allah bukan dukun atau paranormal. Dan anehnya lagi, ketika saya kesana, saya malah dikenalkan kepada Ibu Nyai (Isteri Gus Latsari) dan ibunda Gus Latsari, dan kami mengobrol kesana kemari bak keluarga sendiri. Kebetulan waktu saya sowan sedang tak banyak tamu, sehingga kami bisa ngobrol cukup lama.
Beliau bertanya tentang keluarga saya, bapak, ibu, dan saudara-saudara saya. Namun hingga kepulangan saya, sama sekali tak menyinggung soal mengapa beliau menghendaki saya sowan lagi kepada beliau. Aneh. Dan sayapun sungkan untuk menanyakannya kepada Gus Latsari.
Ternyata dikemudian hari, saya diminta untuk mengantar saudara-saudara saya, satu persatu untuk berkenalan kepada beliau. Kebetulan saudara-saudara saya sedang mempunyai kesulitan yang cukup rumit untuk diatasi. Daripada mereka datang ke dukun atau paranormal, ya lebih baik saya antar saja saudara-saudara saya untuk sowan ke Gus Latsari yang insya Allah seorang kekasih Allah.
Diantara saudara-saudara saya yang 9 orang itu, alhamdulillah sayalah yang paling tak punya apa-apa, he he…Dan satu persatu dari saudara saya selalu diberinya sesuatu oleh Gus Latsari setiap sowan kesana. Saya jelas merasa iri dong, saya yang merasa sangat dekat dengan Gus Latsari dan sering sowan kesana tak pernah diberi apa-apa kok semua saudara-saudara saya yang belum begitu kenal beliau, selalu diberinya bekal oleh Gus.
Suatu hari saya sudah tak tahan lagi dengan keirian saya itu, dan saya ingin menanyakan kepada Gus Latsari, mengapa saya kok tak pernah diparingi (diberi/Jawa) apa-apa ? Saya hanya sangat-sangat penasaran, bukan merasa iri yang sebenar-benar iri sebetulnya.
Eh ketika sowan kesana, sebelum saya bertanya, beliau sambil senyum-senyum sudah menjawab :”Nuur…Nur ! kon iku ojok meri karo dulur dulur kon. Kon iku paling sugih dibandingna sedulur sedulur kon. Mergane kon iku cinta Allah, balik sedulur-sedulur kon gurung cinta karo Allah, dulur-dulur kon akeh sing pada gurung shalat, jik mikiri bandaaa ae. Yaa jok meri meneh. Nyo ki dilakoni ya ?” Sambil memberikan selembar kertas yang penuh tulisan arab, yang ternyata adalah sebuah amalan yang sangat berharga. Yang artinya : “Nur kamu itu jangan iri kepada saudara-saudaramu. Kamu itu paling kaya jika dibandingkan dengan saudara-saudaramu, karena kamu itu cinta Allah sedangkan saudara-saudaramu, belum cinta kepada Allah, masih mikiri hartaaaa melulu. Jangan iri lagi ya ? nih jalani saja ini !”
“Dulur-dulurmu iku tak ke’i barang instan ki merga gak bisa nglakoni amalan-amalan. Gak ana wektu. Kon akeh wektune, lan seneng nglakoni dadi lakonana iki wae !” lanjut beliau. Artinya “Saudara-saudaramu itu saya kasih barang instan karena tak bisa menjalani amalan. Tak ada waktu ! Kamu yang banyak waktunya dan memang senang menjalani amalan, jadi amalkan ini aja ya ?”. Oh saya baru tahu maksudnya, sehingga saya tak perlu iri lagi kepada saudara-saudara saya.
Dan anehnya, semua saudara-saudara saya kehidupan dunianya makin melejit. Saya kok makin aneh. Semakin lama menjalani amalan Gus Latsari, bukannya semakin kaya seperti saudara-saudara saya, namun justru semakin jauh untuk memikirkan dunia. Tak ada satupun minat untuk mencari harta, blas ! Saya melihat dunia seisinya seperti melihat sebuah bola dunia besar, dan didalamnya hiruk pikuk manusia dengan segala kepentingannya masing- masing.
Mengetahui Sesuatu Yang Terjadi ditempat lain
Nah suatu hari nih. Ketika saya dengan suami sowan kesana. Tiba-tiba saya berminat mengamati foto-foto para tamu yang pernah berkunjung kesana, yang memberikan fotonya kepada Gus Latsari, lalu oleh beliau dipasangnya pada dinding ruang bagian dalam rumah tempat kediaman beliau tinggal, agar tak mengecewakan para tamu yang memberikan kenang-kenangan fotonya.
Foto-foto itu kebanyakan dari pejabat tinggi pemerintahan yang mengkonsultasikan keadaan negara yang setiap saat penuh permasalahan. Ada jenderal, ada menteri, bupati, gubernur, anggota MPR, dan para anggota Dewan. Saya sudah melihat foto-foto itu sejak lama, namun baru waktu itu ada minat mengamati dari dekat.
Saya amati satu persatu. Dan satu persatu pula saya baca keterangan yang ada dibawahnya. Diantara puluhan foto penting itu, ada salah satu yang sangat menarik perhatian saya. Adalah “foto Gus Latsari komplit sekeluarga”. Gus Latsari sendiri, Ibu Nyai Latsari dan putra putrinya. Saya membatin alangkah senangnya jika saya memiliki foto itu sebagai kenang-kenangan. Tapi saya tak berani memintanya kepada Gus. Tentu tak bolehlah, pikir saya.
Eh diluar dugaan. Tiba-tiba, Gus Latsari yang tadinya sedang berada diruangan lain dan sedang menerima tamu penting, mendekat kearah saya, lalu dengan sekonyong-konyong mengambil foto itu dari dinding, dan memberikan foto yang saya minati itu kepada saya.
Saya terkesima ketika menerima foto itu. Tak terasa air mata saya sudah meleleh di pipi saya. Saat itu saya merasa mendapat durian runtuh. Sepertinya hal itu sebuah mimpi bagi saya. Karena itu satu-satunya foto keluarga yang ada dirumah Gus, mengapa diberikan kepada saya. Pikir saya Gus tidak tahu bahwa saya sangat meminati foto itu karena Gus tak mengetahui bahwa saya sedari tadi mengamati foto-foto yang terpampang didalam rumah, karena beliau sedang fokus menerima konsultasi tamu di ruangan lain.
Itulah seorang kekasih Allah, yang bisa menembus dimensi ruang dan waktu, bisa menembus gerak hati dan gerak pikiran orang meskipun tidak sedang berhadap-hadapan. Meskipun dibatasi oleh ruang dan waktu. Juga ketika saya melihat piaraan beliau, burung cenderawasih dari Papua, yang diberi oleh seseorang dari Papua. Saya takjub atas kebesaran Allah yang ada dalam keindahan burung cendera wasih itu. Begitu indah bulunya berwarna warni, mengkilap tanpa di elap. Ya Allah…
Saya membatin, alangkah senangnya jika bisa piara burung yang sangat indah ini. Tapi apa tidak aneh dilihat orang nantinya, kalau orang melihat bu Niniek piara burung cenderawasih dirumahnya yang atapnya saja sudah mau roboh ? He he.. Batin saya bertanya dan dijawab sendiri, kayak orang gila. Berkata-kata sendiri dalam hati. Eh tiba-tiba Gus melintas lalu mendekati saya. “Dibawa saja kalau kamu suka Nur” beliau lebih suka memanggil saya dengan Nur daripada dengan Niniek. Karena Nur kan artinya cahaya. Mudah-mudahan saya bisa menjadi cahaya bagi hidup saya sendiri dan minimal bagi keluarga saya, syukur-syukur jika bisa menjadi cahaya bagi orang lain. Amiin.
Dan tentu saya tak mau membawanya pulang burung cenderawasih itu. Pertama karena burung itu kesayangan Gus, dan kedua saya belum pantas miara burung itu, he he tak punya uang untuk bikin kandangnya juga kan ?
Warung makan ditengah hutan...
Ini cerita dari santri Beliau. Suatu sore menjelang malam, Gus mengajak beberapa santrinya ke suatu tempat. Dari rumah, para santri belum makan. Perjalanan sudah sangat jauh entah berapa jam dari Jember. Sepanjang perjalanan yang dilalui adalah hutan jati yang tak putus-putusnya. Perut para santri sudah keroncongan. Lapar. Tapi tak berani menyampaikan kelaparannya kepada Gus. Mereka melihat dari kaca mobil barangkali ada warung makan yang buka disepanjang jalan. Namun nihil. Apalagi warung makan. Rumah saja tak ada yang terlihat satupun. Ini benar-benar ditengah hutan.
Para santri melihat, Gusnya sedang tidur. Mereka sungkan mau bilang bahwa mereka sudah sangat laparnya. Tiba-tiba Gus Latsari ngendika (berkata) sambil matanya masih terpejam :”Kamu semua sudah pada lapar ya ? “ Katanya kepada para santri. “Sabar yaa ? Sebentar lagi ada warung makan tuh didepan.”
Para santri saling berpandangan mata. Heran. Padahal mereka tak ada yang matur (bilang) bahwa mereka sudah sangat lapar. Tapi kok Gus pirsa (tahu) padahal tadi sedang sare (tidur).
Betul juga tak lama kemudian dari kejauhan didepan sana terlihat ada sorot lampu. Menandakan ada rumah disana. Setelah semakin dekat ternyata itu benar Rumah Makan. Lumayan cukup besar Rumah Makannya. Tetapi sepi sekali tak ada pengunjungnya sama sekali, meskipun makanan yang tersedia sangat kumplit. Para santri merasa heran. Ditengah hutan seperti ini aneh sekali ada rumah makan sebesar ini. Siapa yang mau makan disana ?
Gus Latsari segera menyuruh para santri untuk segera mengambil makan yang menunya sudah terhidang dietalase rumah makan itu. Tetapi Gus Latsari sendiri tak ikut makan. Tapi aneh. Di rumah makan itu tak terlihat sama sekali pemilik rumah makan yang biasanya menyambut para tamu yang hendak makan. Karena sudah ada dawuh (perintah) dari Gus, maka meskipun para santri merasa heran dan ada keragu-raguan, mereka tetap mengambil makan sesuai selera masing-masing.
Mereka semua makan dengan lahapnya. Karena lapar dan hidangannya mengundang selera. Enak-enak. Tak seperti di pondok he he. Selesai makan, Gus memerintahkan agar para santri naik ke mobil lebih dulu, sementara Gus hendak menyelesaikan pembayaran kepada pemilik rumah makan. Para santri naik ke mobil sambil memendam rasa heran yang belum menemukan jawaban. Sampai mereka selesai makan tak terlihat seorangpun yang keluar dari rumah makan itu. Heran. Super heran.
“Wes rasah dipikir. Sing penting wes dho wareg to ?” Ujar Gus sambil tertawa terkekeh memecah keheningan para santri. Yang artinya :”Sudah tak usah dipikir, yang penting sudah pada kenyang to?” Seolah-olah Gus tahu keheranan yang sedang berkecamuk dibenak para santrinya.
Masih banyak karomah yang lain dari Gus Latsari. Mungkin lain waktu insya Allah bisa kuceritakan disini ya ?
Demikian semoga bisa menjadi perenungan. Bahwa doa para aulia Allah sering dikabulkan dengan sangat cepatnya. Terkadang terjadi suatu kejadian yang tak masuk akal. Bahkan diluar nalar. Seperti cerita diatas, adanya warung makan aneh ditengah hutan jati tadi.
Kini Gus Latsari kabarnya telah tiada, saya sangat yakin bahwa beliau tentu telah tenang disisi Allah SWT dirumah abadinya. Semua kenangan manis bersama beliau dan keluarga beliau akan tetap terpateri di relung sanubari yang tak akan lekang dan lapuk oleh waktu.
Oke, saya akhiri sekian dulu ya teman, "Karomah Gus Latsari Kesilir Jember", semoga bisa menjadi obat penasaran kalian.
Terima kasih atas kunjungan kalian di Blog ini. Semoga Allah SWT. seniantiasa melimpahkan ampunan, keselamatan serta keberkahan yang luas kepada kita sekalian. Amin Yaa Robbal’alamin.
Edisi Revisi, Purworejo 31 Agustus 2024
Salam Tauhid Penulis,
NiniekSS
Thanks for reading KAROMAH GUS LATSARI KESILIR JEMBER. Please share...!
0 Komentar untuk "KAROMAH GUS LATSARI KESILIR JEMBER"