KETIKA AKU DISAMBAR PETIR
Oleh : NiniekSS
Saat itu langit gelap, mendung tebal sekali. Jelas sekali hujan deras sebentar lagi turun. Aku gelisah bukan main karena Adin putriku satu-satunya belum pulang dari sekolah. Ia ada kegiatan ekstra kulikuler, sehingga harusnya jam setengah dua siang sudah pulang, tapi ini sudah jam 5 sore belum juga sampai rumah.
Mas Toto, suamiku segera mengambil sepeda butut satu-satunya untuk menjemput Adin. Aku kasihan juga melihatnya mengayuh sepedanya. Sepeda tua yang sangat setia mendampingi kami sekeluarga dalam mengayuh kehidupan. Suaranya kreyat kreyot terdengar ditelinga. Jarak dari rumah ke tempat dimana putriku dijemput tidak terlalu jauh sih, tidak ada satu kilometer. Cuma melewati persawahan.
Adin putriku berangkat dan pulang naik angkot (angkutan kota). Kami tak punya sepeda motor. Sudah kukatakan punyaku cuma sepeda butut satu-satunya. Itu sudah sangat Alhamdulillah Allah memberiku sebuah sepeda. Dengan sepeda tua itulah Adin diantar dan dijemput oleh Abahnya setiap hari dari rumah ke tempat mencegat angkot.
Gelisahku makin memuncak ketika petir dahsyat mulai menyambar-nyambar diatas rumah. Kilatnya mengerikan. Kubaca segala macam ayat dan surat untuk mengusir segala kegelisahan. Kuserahkan hidup dan mati kami kepada Allah Yang Maha Berkehendak. Kuserahkan suamiku dan Adin putri kami yang sedang dijemputnya kepada kasih sayang Allah, semoga tidak ada apa-apa.
Aku sendiri dirumah. Kebetulan tamu terakhir baru saja pulang. Sepi yang teramat mencekam kualami. Dunia seperti mau kiamat rasanya. Masya Allah….Hujan bagai ditumpahkan dari langit. Cuaca teramat gelap. Suara petir menyambar-nyambar memekakkan telinga dan membuat ciut nyali. Aku bahkan lupa memikirkan diriku sendiri. Pikiranku hanya tertumpu kepada suami dan putriku Adin yang masih berada diluar rumah.
Aku sedang menjerang air ketika itu dengan kompor minyak tanah. Aku trauma memakai kompor gas, karena dulu tetangga pernah terbakar mukanya ketika kompor gasnya meledak. Sampai sekarangpun aku masih memakai kompor minyak tanah untuk memasak.
Kudengar bunyi air yang kujerang sudah mendidih. Aku bermaksud untuk mematikan kompor untuk menghemat minyak karena air sudah mendidih. Lalu memasukkan airnya ketermos air. Kuberanikan diriku beranjak kedapur dari ruang tamu dimana sebelumnya aku duduk. Hujan deras bercampur kilat belum juga reda justru makin menggila. Astaghfirullaaah…Alhamdulillah air sudah kutuang kedalam termos, dan kompor sudah langsung kumatikan...
Ketika aku bermaksud kembali keruang tamu, tiba-tiba suara petir menggelegar terdengar diatas kepalaku. Sesaat kemudian aku tidak ingat apa-apa, tapi hanya sesaat saja. Aku seperti hilang kesadaran, tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi…Aku masih tetap berdiri, tidak jatuh. Namun dua kakiku tak bisa digerakkan untuk melangkah.
Bumi bergetar hebat. Di kedua kakiku seperti ada kekuatan raksasa yang menyedotku dari dalam tanah. Sehingga aku tak bisa melangkahkan kakiku untuk berjalan.
Sementara aku belum menyadari apa yang sedang terjadi aku melihat segala peralatan dapur yang ringan-ringan seperti panci, dandang untuk mengukus, wajan untuk menggoreng, semuanya berhamburan jatuh kelantai dari rak piring tempat dimana aku menaruh perkakas dapur itu.
Aku istighfar berkali-kali, mengucapkan laa ilaha ilallah dengan ketakutan yang mencekam dan kepasrahan yang total. Ibarat saat itu aku harus “dipanggil pulang” oleh Allah aku sudah pasrah mengingat kejadiannya seperti itu. Seluruh tubuhku kesemutan hebat sampai terasa seperti mau kejang. Aku tak mampu lagi memikirkan suami dan putriku Adin yang belum sampai rumah. Saat itu aku hanya ingat diriku sendiri dan rasa ketakutan yang luar biasa kepada Allah. Ditambah lagi aku sedang sendirian dirumah tak ada teman. Bisa dibayangkan seperti apa panikku waktu itu. Tapi justru aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku hanya bisa pasrah.
Dalam kondisi seperti itu, kurasakan sedotan bumi pada kedua kakiku makin lama makin kendor. Juga rasa semutan hebat yang tadi kurasakan makin lama kian berkurang dan akhirnya hilang sama sekali.
Aku terkesima ketika kakiku bisa kulangkahkan kembali. Serta merta aku sujud syukur dalam rasa yang campur aduk, antara syukur, bingung, takut, takjub, subhanallah ternyata aku masih hidup ! dan tak kurang suatu apa.
Setelah sujud syukur aku mengambil segelas air putih untuk kuminum. Aku berjalan kembali keruang tamu dimana sebelum ke dapur aku tadi duduk. Aku merenungi kejadian hebat yang baru saja kualami, sambil menunggu suami dan putriku pulang.
Alhamdulillah terdengar kreyat kreyot suara sepeda suamiku, berarti mereka berdua sudah pulang. “Assalamu’alaikuum”…terdengar salam Adin dari depan pintu. Aku tak kuasa berdiri untuk membukakan pintu seperti biasanya. Kakiku sangat lemas untuk beranjak. Kulihat Adin dan suamiku basah kuyup. Kasihan sekali.Tapi Alhamdulillah mereka sudah kembali kerumah dengan selamat tidak kurang suatu apa.
Adin lalu mencium punggung tanganku seperti biasa setiap mau pergi dan kembali kerumah, hal itu selalu dilakukannya tak pernah lupa. Aku sangat bersyukur mempunyai putri yang salih..”Umi kenapa?” tanyanya melihat aku lemas. Sebab tidak biasanya aku seperti ini. Setiap dia pulang dari sekolah aku selalu menyambutnya dengan memberondong bertubi-tubi pertanyaan kepadanya. Gimana tadi sekolahnya? Ada ulangan tidak? Bisa kerjakan tidak?
Kali ini aku tertunduk lemah dan lesu. “Tidak apa-apa Dik” jawabku asal saja.” Sudah mandi sekalian sana! ganti baju dan rambutnya dikeringkan biar tidak masuk angin” ujarku kemudian. “Ya Mi” jawab Adin.
Suamiku langsung kebelakang, ke dapur untuk meletakkan mantel dan payung yang basah kuyup. “Lho lha ini perkakas memasak kok berhamburan semua dilantai, ini kenapa Mi?” tanyanya dari arah dapur. Suamiku mendekatiku keruang tamu. Lalu kuceritakan segala kejadian yang baru saja kualami. “Ya Allaaaah” Sahut Adin dan suamiku bersamaan. ”Kok bisa sih?” Lagi-lagi Adin dan suamiku bertanya yang sama, kompak sekali seperti diatur. “Alhamdulillah Umi tidak apa-apa ya Mi, alhamdulillaaah” kata Adin sambil menengadahkan kedua tangannya keatas bersyukur sekali kepada Allah atas keselamatanku masih diijinkan hidup walau tersambar petir !
Sampai sekarang aku tak habis pikir bila mengingat kejadian itu kembali. Bagaimana mungkin aku masih bisa hidup sesudah disambar petir. Aku takjub pada kebesaran Allah dan kasih sayangNya. Subhanallah…Allahu Akbar. Terima kasih Ya Tuhanku atas Ridho yang Engkau berikan kepadaku, kepada kami sekeluarga.Telah Engkau lindungi dan selamatkan aku dari musibah yang sangat mengerikan ini Ya Tuhanku. Masih Engkau ijinkan aku untuk hidup dan bertobat. Semoga dalam hidupku yang baru ini aku bisa lebih bersyukur dalam menghamba kepadaMu Ya Allah.
Oh iya aku lupa menceritakan. Ternyata, ketika pagi harinya aku melihat kebun kecil disamping rumah yang kutanami pohon pisang kapok kuning, kulihat 7 batang pohonnya sudah layu, dan daunnya mengering gosong akibat sambaran petir yang terjadi semalam. Aku sungguh sangat bersyukur terlepas dari musibah yang sangat mengerikan. Sungguh Maha Besar Allah dengan segala KehendakNya.
Sampai sekarang ini, aku masih sangat trauma bila hujan lebat dan mendengar suara petir ! Astaghfirullah..
Semoga bisa diambil hikmahnya.
Terima kasih atas kunjungan Anda di Blog ini, semoga Anda beserta keluarga senantiasa dilimpahi sehat sejahtera dalam lindungan Allah SWT. Amin Yaa Robbal’alamin.
Edisi Revisi, Purworejo, 15 Agustus 2024
Salam Sehat Dan Bahagia
NiniekSS (Penulis)
Disalin dari Website milik sendiri “Pelita Ruhani”
Thanks for reading KETIKA AKU DISAMBAR PETIR . Please share...!
0 Komentar untuk "KETIKA AKU DISAMBAR PETIR "